Tulisan ini saya fokuskan tentang anak-anak yang tinggal di daerah.
Gara-gara baca postingannya ci Shinta, saya
terinspirasi mau nulis tentang rencana pemerintah mau menghilangkan MaPel
Bahasa Inggris dari kurikulum SD. Beberapa waktu yang lalu Mendikbud
mengisyaratkan akan menghapus mata pelajaran ini dari kurikulum SD. Sebenarnya ini
belum final dan masih melihat reaksi
publik bagaimana. Makanya saya terbeban menulis postingan ini sebagai salah
satu aksi penolakan terhadap kebijakan tersebut, kali-kali Pak Mentri
membacanya heheheh.
Era sekarang ini adalah eranya globalisasi dimana
bahasa pengantar yang dipakai di dunia adalah bahasa Inggris. Kita dituntut
bukan oleh pemerintah tapi oleh zaman untuk menguasai bahasa ini. Masa-masa SD
merupakan masa yang tepat untuk mempelajari bahasa dan mereka itu akan lebih
cepat nangkap karena otak mereka masi cepat menerima impuls. Tapi sangat
disayangkan, pemerintah berencana menghapuskannya dari kurikulum SD. Kalau kurikulum bahasa Inggris SD dihapus itu justru
kemunduran dan akan menyulitkan kita ikut berpartisipasi di dunia internasional
Mungkin bagi warga kota besar atau setingkat
kabupaten sekalipun ini gak akan menjadi suatu masalah, mereka masih bisa tetap
ikut les. Tapi, bagaimana SD yang tinggal di kampung seperti saya ini. Okelah di tempat kami sudah ada les, bagaimana
di tempat yang lebih pelosok lagi, yang gak ada buka les sama sekali. Apakah kita
harus membiarkan yang sudah tertinggal semakin tertinggal?
Bagaimana kalo orang tuanya maaf kata kurang
berpendidikan, tamat SD aja nggak dan mereka hanya berharap ya di sekolah lah
tempat bagi anak-anaknya untuk belajar bahasa. Bukan gara-gara mereka gak mau
ngajar anaknya loh, tapi mereka benar-benar gak punya ilmu itu. Kita gak bisa
tutup mata terhadap hal ini, masih banyak hal-hal seperti ini yang terjadi
khususnya di daerah pedesaan.
Satu kerinduan dari setiap orang tua adalah
melihat anaknya lebih hebat dari mereka. Ketika mereka udah capek-capek kerja
di sawah atau di ladang sana dan ketika pulang mereka mendengar anaknya berkata
”Good evening mom, good evening Dad.” Saya yakin rasa capek si orang tua akan
terobati karna bangga anaknya bisa bahasa Inggris, dan mereka pasti akan cerita
ke orang-orang ” wah anak saya sudah pintar bahasa inggris” dengan begitu
polos, tulus dan bangga.
Sewaktu SMA kelas satu, seorang guru bahasa
Inggris kami pernah berkata “ Saya mau tes kemampuan bahasa Indonesia kalian,
ngapain kita belajar bahasa Inggris kalo bahasaIndonesia aja belepotan.” Waktu itu beliau menunjuk salah
seorang yang kebetulan tidak menguasai bahasa Indonesia.
Guru
: Hey kamu, apa bahasa bataknya “ Nenekku menangis tersedu-sedu”
Siswa A : (*dengan muka
kebingungan dan detak jantung yang semakin kencang*) Oppungku tangis
mekke-ekkel ( Kalo terjemahan secara harafiahnya “
Nenekku menangis ketawa-ketawa)
Sebagai seorang yang normal dengar terjemahan itu
kita pasti langsung ketawa-ketawa. Tapi saya sadar, dia begitu karna di rumah
mungkin orang tuanya hanya pakai bahasa daerah. Dari kecil mungkin dia jarang
pakai bahasa Indonesia. Harapan orang tuanya dengan sekolah lah mereka bisa
lebih memahaminya. Dan ketika kami menertawakan dia, saya sangat yakin dia juga pasti malu.
Jadi sebaiknya Pemerintah
tidak gegabah dalam mewujudkan rencana
penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris di SD, lihatlah kami yang di daerah
ini yang semua serba terbatas. Tinjaulah sekolah-sekolah bukan hanya yang ”WOW”
saja, tapi juga kami yang di pelosok karena kami juga ingin menjadi orang-orang
yang lebih maju yang bisa bersaing dengan dunia internasional :D